Senin, 17 September 2012

SOSOK BESAR...

Tulisan saya sebelumnya, tentang sosok besar ( FRIEND ) dalam batin saya yang paling dalam.



Saya pun tidak bisa mengatakan bahwa saya memiliki kesetiaan yang lebih besar. Bahkan saya sering mengkhianati persahabatan ini. Bahkan saya seolah-olah menuntut SOSOK BESAR itu untuk melakukan yang saya minta, saya inginkan, bahkan lebih jujur lagi MEMAKSA. Saya seperti kriminal dalam kasus penjarahan. Menjarah kasih SOSOK BESAR itu dengan semaunya, merayu dengan manis yang sebenarnya saya sama saja dengan pencuri yang menodongkan pistol agar bebas menjarah. Itulah saya. Saya yang memang jahat dan dipenuhi rasa bersalah, ego yang luar biasa tinggi. 
Persahabatan ini sering tidak saya hargai. 

Yang lebih saya herankan, SOSOK BESAR itu senantiasa mendengar keluhan saya, memberikan fasilitas-fasilitas penghiburan untuk hati saya seperti lagu, puisi, dan tak lupa air mata, bahkan orang-orang yang terlihat di kehidupan saya.
Mengapa SOSOK BESAR tetap sesetia itu? tetap memberikan keindahan yang mengharukan, bahkan terkadang mengijinkan kekelaman datang kepada saya seperti senapan angin yang ngilu dan mengejutkan. Hmmm, saya sering protes, tapi SOSOK BESAR itu diam saja dengan kesulitan saya, seakan saya ini anak kecil yang jatuh dan terluka dari sepeda roda dua ketika baru saja pertama kali mengayuhnya, dan orangtuaku pada waktu itu membiarkan saya menangis tapi tetap merawat luka di kaki saya.
Sama seperti itu, SOSOK BESAR itu merelakan saya untuk merasakan jatuh dan bangkit serta belajar dengan tertatih-tatih, kesakitan dan kemudian tertawa lagi ketika bangkit. 
Bagi saya semua interaksi saya dan SOSOK BESAR itu adalah anugerah. Sempurna. Pas. 
Saya tidak dapat membayangkan apa yang terjadi pada diri saya, apabila interaksi itu kosong. Sepertinya hidup itu berjalan semau saya tanpa ada diskusi naluri.
Kalau SOSOK BESAR itu kadang jauh dari saya, sepertinya saya tidak pulang ke rumah kayu (yang saya tulis sebelumnya) 

Kemudian tiba-tiba saya datang dengan berjuta kelelahan dan mengharapkan kemanjaan diri saya. SOSOK BESAR itu seperti Ayah, Sahabat, dan Sayap bagi saya. Saya merasa di rumah kayu itu, saya terlelap dengan rengkuhan hangat SANG SOSOK BESAR itu. Saya sangat nyaman dan merasa luar biasa. Beristirahat sejenak di tengah karpet bulu dekat perapian yang hangat. Saya rasa siapapun tahu siapa SOSOK BESAR itu. Hargailah hubungan itu, kawan. Saya juga sering menyesal jika tidak mengacuhkannya dalam waktu yang lama. Kita akan merasa seperti dihiraukan ketika 'dunia' ini cuek. Peliharalah sosok besar itu dalam nalurimu. Ingatlah SOSOK BESAR itu dimanapun kita berada; di bus, di trotoar, di kelas, di bank, bahkan paling hebat ketika kita berinteraksi terus dalam sukacita. I alwaya be thankful for the interacts, I love YOU...








Jumat, 14 September 2012

SAYA, BATIN, SPIRIT, dan SOSOK BESAR?

it's already to being somebody that write all things about friend(s)

Teman, yang sejati saya temukan bukan dari komunitas pertemananku. 
bukan dari seintens apa aku bertemu dengan teman.
Teman seperti itu hanya nampak kelihatan bahagia, berkumpul bersama, seperti tidak membutuhkan konflik batin. tidak butuh problema, dan seolah-olah kehidupan ini hanya untuk bersenang-senang.
Selama 21 tahun saya hidup dan berteman dengan banyak sekali manusia dgn karakter dan pribadinya masing-masing, saya yakini kehidupan berteman itu punya warna gelap sekaligus terang.
Namun teman sejati yang saya dapati ialah ketika saya berteman dengan diri saya sendiri. Berkomunikasi dengan batin, berbicara melalui naluri dan memulai menerima kesendirian. 
MANJUR! ketika bersahabat dengan diri sendiri, apa yang dinamakan ketergantung terhadap orang lain terasa percuma. Karena hidup itu dihadapi oleh aku, naluriku, batiniahku, dan jiwaku.
Berteman secara batin dengan diri sendiri, seperti berbicara dengan teman sejati. membuat diri memiliki rasa percaya dalam melakukan sesuatu. Terlepas dari pertemanan yang 'kelihatan', bersahabat dengan diri sendiri seperti hidup di rumah kayu sekitar padang rumput berbukit seorang diri, dengan tumpukan buku-buku kehidupan. Sejenak sepertinya beristirahat dalam pangkuan sesosok yang besar dan hangat yang sepertinya sudah menunggu badan ini untuk beristirahat (saya rasa itu sosok yang menguasai spiritual dan batin saya). Sosok yang mendamaikan itu diam tanpa suara namun memberikan nyawa yang bearoma damai dalam batin. Seakan saya berjalan dengan hati yang didiami oleh sesosok yang BESAR yang ajaib menemani kehidupan yang hiruk pikuk.
TEMAN saya ketika saya bernyaman dengan kesendirian saya adalah saya dalam batin, dengan SESOSOK yang BESAR itu tadi, hidup terasa nyaman dengan keheningan saya. 
SIAPA SOSOK BESAR ITU?